Selasa, 23 Oktober 2018

Adab Berpakaian dalam Islam

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
para pembaca yang setia, kali ini saya akan membahas tentang adab seorang muslim dan muslimah dalam hal berpakaian.
A. Perintah Menutup Aurat
            Sebagai orang yang beriman, kita diwajibkan untuk menutup aurat kita sesuai                        dengan aturan islam. Hal ini telah dijelaskan Allah SWT. Di dalam Firmannya :

Artinya :
" Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." (Q.S. al-A'raf/7 : 26)
Berpakaian yang baik dan bagus hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Dalam pengertian, bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Lebih-lebih ketika melakukan ibadah shalat di masjid. Sesuai dengan firman Allah  Ta'ala :
Artinya :

"Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." ( Q.S. al-A'raf/7 : 31)
B. Tata Cara Berpakaian yang Baik dalam Pandangan Islam
            1. Memakai pakaian yang menutup aurat,
            2. Laki-laki dilarang menggunakan sutra,
            3. Pakaian tidak boleh sampai menyapu tanah (isbal) dengan niat menyombongkan                 diri,
            4. Mengutamakan pakaian berwarna putih, namun warna lainnya pun                                         diperbolehkan,
            5. perempuan memakain pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah                     dan telapak tangannya.
C. Syarat-Syarat Berpakaian Bagi Seorang Muslim
            1. Menutup aurat,
            2. Tidak terbuat dari emas atau sutra,
 "Dari Abu Musa al-Asy'ari ra. sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda : "Diharamkan pakaian sutra  dan emas bagi laki-laki dari umatku dan dihalalkan bagi perempuan   dari mereka."  (H.R. at-Tirmidzi)
            3. Tidak menyerupai pakaian wanita,
            4. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
D. Syarat-Syarat Berpakaian Bagi Seorang Muslimah
            1. Menutup aurat,
            2. Tidak tembus pandang,
            3. Pakaian tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya,
            4. Tidak berlebihan dalam memakai perhiasan ketika keluar rumah apalagi jika                          diniatkan untuk menyombongkan diri,
            5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki,
            6. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
E. Batasan Aurat dalam Islam
            1. Aurat laki-laki di depan laki-laki lain adalah antara pusar dan lutut dan sebagian                    ulama berpendapat bahwa batasannya adalah dua kemaluan saja.
2. Aurat laki-laki di hadapan perempuan yang bukan mahramnya dan bukan istrinya adalah antara pusar dan lutut. Adapun bagi suami istri maka boleh melihat pada bagian  tubuh masing-masing.
3. Aurat perempuan di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya dan bukan suaminya adalah semua badan kecuali wajah dan telapak  tangan. Namun, di depan mahramnya  adalah antara pusar dan lutut.
            4. Aurat perempuan di hadapan perempuan adalah antara pusar dan lutut.
F. Hikmah Berpakaian Secara Islami
            1. Menjauhkan diri dari perbuatan jahat dan maksiat,
            2. Menjaga harkat dan martabat seorang muslim,
            3. Memberikan contoh yang baik kepada generasi muslim,
            4. Menjaga lingkungan dari perilaku yang menyimpang,
            5. Menjaga diri dari sifat riya, sombong, dan ujub.
           
Demikianlah penjelasan mengenai adab berpakaian dalam islam, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat diamalkan. Aamin Ya Robbal 'Alamin.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wbarakatuh

Kamis, 06 Juli 2017

Tuntunan Lengkap Perihal Mandi Wajib

Mandi wajib – Mandi wajib merupakan salah satu hal yang diatur di dalam syari’at islam. Mandi wajib adalah hal penting bagi umat muslim yang berperan dalam kelangsungan sholat kita, karena ketika sholat kita harus bersih dan suci dari yang namanya hadats kecil dan hadats besar. Jika kita mengalami hadats besar maka kita diharuskan untuk segera melakukan mandi wajib untuk menghilangkannya.

Mandi wajib memiliki tata cara, rukun, syarat, dan sebagainya yang harus dipenuhi agar mandi wajib kita sah dan hadast besar kita dapat hilang. Hal ini sangat penting untuk diketahui oleh umat muslim karena hampir semua manusia pernah melakukannya, namun sayangnya mereka tidak memperhatikan tata cara, syarat, dan rukun mandi wajib sehingga mandi kita tidak sah dan hadats besar kita tak terangkat. Mengenai tata cara, syarat, dan rukun mandi wajib akan kita bahas dalam artikel ini.

PENGERTIAN MANDI WAJIB
Dalam bahasa Arab mandi wajib disebut الْغُسْل (ghusl). Secara etimologi ghusl adalah mengalirkan atau (السيلان). Namun, secara istilah ghusl adalah mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan niat tertentu.
Mandi Wajib adalah cara untuk membersihkan atau menyucikan diri dari hadats besar yang terdapat pada badan kita dengan membasuh atau mandi dangan air di seluruh badan dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki dengan mengucapkan niat tertentu.
Mandi wajib juga bisa disebut dengan mandi besar, mandi junub, atau mandi janabah.

HUKUM MANDI WAJIB
Hukum Mandi Wajib bagi setiap umat muslim adalah wajib atau harus dilaksanakan, saat kita sedang berhadast dan tidak mandi, maka Sholat kitta tidak sah. Mandi wajib tidak sama seperti mandi biasa.
Tentunya ada dasar hukum atau dalil yang menjadi dasar wajibnya mandi wajib atau junub ini.
Berikut ini beberapa diantaranya:
1. Al Maidah: 6
Artinya: “Dan jika kamu junub Maka mandilah..”
2. An Nisa: 43
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.
3. Hadits Bukhari
“Bahwasanya Nabi Muhammad apabila mandi jinabah ia memulai dengan membasuh kedua tangannya kemudian wudhu seperti wudhu untuk shalat lalu memasukkan jari-jarinya ke dalam air kemudian menyisirkannya ke pangkal rambut kemudian mengalirkan air ke kepalanya tiga cawukan dengan kedua tangannya kemudian meratakan air pada seluruh kulit badannya.

PENYEBAB MANDI WAJIB
Menurut ulama fiqh, ada enam hal yang menyebabkan hadats besar pada seseorang, sehingga diharuskan melakukan mandi wajib. Penyebab-penyebab tersebut adalah:
1.   Bersetubuh atau berhubungan suami istri. Kedua-duanya baik suami maupun istri wajib hukumnya untuk melakukan mandi wajib. Kewajiban tersebut timbul karena masukkan zakar ke dalam farji si wanita.
Oleh sebab itu, walaupun si pria tidak sampai mengeluarkan mani, dia tetap harus melakukan mandi wajib.
2.   Keluar mani, baik karena mimpi basah, bersetubuh, maupun sebab-sebab lainnya.
3.   Mati. Orang yang meninggal dunia, wajib dimandikan oleh orang yang masih hidup kecuali orang yang mati syahid.
4.   Selesai haid (khusus bagi wanita). Bila seorang wanita telah selesai masa haidnya, maka dia diwajibkan untuk melakukan mandi wajib.
5.   Selesai nifas (khusus bagi Ibu melahirkan). Wanita yang melahirkan akan mengeluarkan darah. Umumnya darah itu keluar selama 40 hari. Setelah masa nifas itu selesai, dia wajib melakukan mandi wajib.
6.   Melahirkan atau wiladah. Seorang ibu yang melahirkan juga harus melakukan mandi wajib. Mandi wajib di sini yaitu karena melahirkan, bukan karena nifas.

SYARAT MANDI WAJIB
Syarat mandi wajib adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan. Air suci dan mensucikan yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
Ditinjau dari hukumnya, air dapat dibagi menjadi empat bagian
1.   Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh.
2.   Air suci dan mensucikan, tetapi makruh digunakan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.
3.   Air suci tetapi tidak mensucikan, contohnya air musta’mal (air yang telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadast atau najis walaupun tidak berubah warna, rupa, rasa, dan baunya.
4.   Air mutanajis, yaitu air yang terkena najis, sedangkan air tersebut jumlahnya kurang dari dua kullah, maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Dua kullah sama dengan 216 liter, jika berbentuk bak maka panjangnya 60 cm dan dalam/tingginya 60 cm.
Air yang suci dan mensucikan adalah:
1.   Air hujan
2.   Air sumur
3.   Air laut
4.   Air sungai
5.   Air salju
6.   Air telaga
7.   Air embun

NIAT MANDI WAJIB
Niat dalam mandi wajib berbeda-beda sesuai dengan penyebab mandi wajib. Namun, jika berniat :
Nawatul ghusla liraf’il hadatsil akbari fardhal lillahi ta’aalaa
aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah ta’ala.”
Niat ini sudah cukup dan sudah sah.
Niat tersebut juga cukup diqashadkan (dihadirkan) dalam hati, tidak harus diucapkan. Bila ingin lebih sempurna, maka niat-niat tersebut dapat dijabarkan seperti berikut ini:
1. Bacaan doa niat mandi wajib setelah mimpi basah atau berhubungan suami istri
Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar junub karena Allah SWT.”
2. Bacaan doa niat mandi wajib setelah haid
Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar haidl karena Allah SWT.”
3. Bacaan doa niat mandi wajib setelah nifas
Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar nifas karena Allah SWT.”
4. Bacaan doa niat mandi wajib setelah melahirkan
Artinya: “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar melahirkan karena Allah SWT.”

TATA CARA MANDI WAJIB

Tata cara melakukan mandi wajib adalah:
1.   Berniat melakukan mandi wajib
2.   Membasuh kedua telapak tangan 3x
3.   Mencuci kemaluan dan dubur dengan tangan kiri hingga bersih
4.   Berwudhu layaknya wudhu saat hendak melakukan shalat
5.   Membasahi sela-sela rambut dengan jari-jari tangan hingga kulit kepala basah
6.   Menyiram kepala 3x
7.   Menyiramkan air dari kepala ke seluruh tubuh

Rukun mandi wajib hanya ada tiga, yaitu:
1.   Niat. Dilakukan saat pertama kali mengalirkan air ke badan.
2.   Menghilangkan najis yang ada di badan atau anggota badan.
3.   Menyiram air ke seluruh kulit badan dan rambut.

SUNNAH-SUNNAH DALAM MANDI WAJIB

1.   Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan.
2.   Membaca “bismillaahir rahmaanir rahiim” pada permulaan mandi.
3.   Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
4.   Membasuh badan sampai tiga kali.
5.   Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah berwudhu.
6.   Mendahulukan mengambil air wudhu, yakni sebelum mandi disunnahkan berwudhu lebih dahulu.


LARANGAN BAGI ORANG YANG SEDANG BERHADATS BESAR
1.   Melaksanakan shalat
2.   Melakukan thawaf di Baitullah
3.   Memegang Kitab Suci Al-Qur’an
4.   Membawa/mengangkat Kitab Al-Qur’an
5.   Membaca Kitab Suci Al-Qur’an
6.   Berdiam diri (itikaf) dalam masjid

LARANGAN BAGI ORANG YANG SEDANG HAIDH
1.   Sama halnya dengan semua poin-poin di atas
2.   Ditalaq atau dicerai
3.   Melakukan hubungan suami istri
4.   Mengerjakan ibadah puasa, baik wajib maupun sunnah
5.   Bersenang-senang di antara pusar, perut dan juga lutut
6.   Menyebrangi masjid atau lewat dalam masjid, karena dikhawatirkan terdapat darahnya yang menetes


KESALAHAN-KESALAHAN DALAM MANDI WAJIB

1.   Suami istri tidak mandi karena tidak mengeluarkan air mani (orgasme). Hal ini sesuai sabda Nabi SAW :
Apabila dua khitan (kemaluan laki-laki dan perempuan) telah bertemu dan kepala zakar telah masuk, maka hal itu sudah wajib mandi, baik keluar mani (orgasme) maupun tidak.”
Apabila seseorang mendatangi istrinya dan belum orgasme lalu ia tidak mandi dan kemudian mengerjakan shalat, maka sholatnya tidak sah karena ia masih dalam keadaan junub.
2.   Tidak menutup aurat dari pandangan manusia ketika mandi
Saat melakukan mandi wajib seseorang harus menutup auratnya dari pandangan manusia, jangan mandi di tempat-tempat umum seperti mandi di tepi sungai.
3.   Berkeyakinan bahwa dua mandi tidak boleh disatukan
Banyak kaum muslimin tidak mengetahui bahwa jika waktu hari raya itu datangnya bersamaan dengan hari jumat, maka dia cukup mandi satu kali seraya menggabungkan dua niat. Demikian pula dengan mandi junub dan mandi jumat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Setiap orang akan mendapat sesuai yang dia niatkan“.
4.   Meyakini bahwa mandi tidak dapat menggantikan wudhu
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah mandi.”
Abu Bakr bin Al-Arabi mengatakan, “Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa wudhu sudah masuk dalam mandi dan niat bersuci dari janabat sudah mencakup niat untuk bersuci dari hadats serta menghilangkannya. Hal ini desebabkan penghalang-penghalang janabat lebih banyak daripada penghalang-penghalang hadats sehingga niat yang lebih sedikit masuk ke dalam niat yang lebih besar dan yang demikian itu sudah mencukupinya”.
5.   Tidak meratakan air keseluruh tubuh
Hal ini khususnya terjadi pada orang gemuk. Terkadang, ada bagian-bagian dari tubuhnya, khususnya dada dan lemak pada peru, yang saat air melewatinya, air tidak bisa mengalir ke anggota badan yang berada di bawahnya. Dalam keadaan seperti ini, maka mandinya tidak sempurna.
6.   Menunda mandi junub dan mandi setelah haidh hingga matahari terbit
Sebagian wanita apabila dalam keadaan junub (setelah bersetubuh dengan suaminya) atau ketika suci dari haid pada malam hari, dia menunda mandi hingga matahari terbit. Setelah itu, dia baru mandi dan melaksanakan shalat Shubuh. Hal ini hukumnya haram menurut ijma’. Sebab, dia wajib segera mandi dan mengerjakan shalat pada waktunya. Allah berfirman:
 “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah pada saat berdiri, duduk, dan berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiabn yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman“. (An-Nisa’ [4]: 103).
Sebab, menunda waktu shalat dengan sengaja hingga habis waktunya termasuk dosa besar. Jika suaminya mengetahui hal itu, maka dia juga terjerumus ke dalam dosa bersama istrinya (keadaan ini jika istrinya sudah mengerti hukumnya). Namun, jika istrinya tersebut belum mengerti hukumnya, maka dirinya tergolong orang yang udzur lantaran kebodohannya hingga dia mengerti.
7.   Menutup kepala ketika mandi

Sebagian orang jika hendak mandi meletakkan sesuatu di atas kepalanya lantaran khawatir bila rambutnya basah. Padahal, hal itu dapat mencegah masuknya air. Ini merupakan kesalahan besar. Sebab, dengan demikian bersucinya menjadi kurang sempurna lantaran dia menutup sesuatu yang semestinya wajib untuk dibasuh.

Selasa, 04 Juli 2017

Nikmatnya Mengenal Allah Secara Dekat


Mengenal Allah bisa disebut dengan Ma’rifatullah. Ma’rifatullah itu sendiri berarti meyakini dengan sepenuh hati tanpa adanya keraguan terhadap Dzat Yang Maha Kuasa yakni Allah Swt.
Menurut Imam Ghazali Ma’rifatullah berarti memandang wajah Allah. Yang dimaksudkan memandang Allah bukanlah melihat dengan mata telanjang, namun melihat dengan kalbu. Sebab tidak mungkin indera manusia dapat menembus kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Indera manusia memiliki keterbatasan dan memiliki banyak kelemahan olehnya sangat mustahil jika indera yang lemah ini dapat melihat Allah Dzat Yang Maha Sempurna.
Ali bin Abi Thalib pernah ditanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau menyembah apa yang kau lihat atau yang tak kau lihat.” Jawab Ali : “tidak, bahkan aku menyembah apa yang aku lihat, namun bukan dengan mata tetapi dengan penglihatan kalbu.”
Namun, meskipun manusia tidak dapat melihat Allah Swt, tetapi manusia dapat merasakan tanda-tanda keberadaan Allah Swt, yaitu dengan melihat alam semesta ini yang telah diciptakan Allah Swt.

Ma’rifatullah adalah tingkatan yang paling tinggi dari keimanan seseorang. Untuk mencapai Ma’rifatullah ini, seseorang harus memahami mengenai akidah, ubudiyah, dan akhlakul karimah yang benar menurut sudut pandang agama. Jika seseorang telah memahami semua itu, maka ia akan memperoleh keyakinan yang dalam dan kemudian akan mengantarkannya kepada derajat keimanan yang paling tinggi yang merupakan puncak dari Ma’rifatullah.
Oleh sebab itu, memahami Ma’rifatullah itu sangatlah penting dikarenakan alasan berikut:
1.   Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Swt. Seseorang harus memahami wujud Allah Swt sebagai Sang Maha Pencipta, memahami asma dan sifat-sifatNya. Tanpa pemahaman tersebut mustahil kita dapat meyakini wujud Allah dengan dasar yang kuat dan kebenaran yang sejati.

2.   Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh. Manfaat itu adalah meningkatkan iman dan takwa. Semakin kuat pemahaman seseorang mengenai Ma’rifatullah, maka ia akan memperoleh tingkat keimanan yang paling tinggi. Ia tidak hanya menemukan keyakinan sejati, tetapi juga ia akan merasakan lezatnya iman, merasa dekat dengan Sang Pencipta yakni Allah Swt. dan pada akhirnya ia akan mencapai derajat waliyullah (kekasih Allah) yang sudah pasti orang yang mencapai tingkat keimanan tersebut akan mendapat kebahagiaan yang hakiki baik di dunia lebih-lebih di akhirat.
Demikian pembahasan mengenai Ma’rifatullah, semoga apa yang dipaparkan di atas dapat bermanfaat bagi orang banyak, dan semoga kita bisa mengamalkannya untuk mencapai derajat Ma’rifatullah dan bisa merasakan lezatnya sebuah keimamanan. Aamin.



Pentingnya Sutrah Dalam Shalat Kita



Banyak orang yang tidak mengetahui mengenai sutrah atau mungkin sudah tau sutrah tapi menyepelekannya. Pada artikel kali ini kita akan bahas perihal sutrah dan hukum penggunaannya.
Sutrah adalah pembatas orang shalat yang fungsinya untuk mencegah orang melintas di depan seseorang yang sedang melaksanakan shalat. Seseorang yang akan melaksanakan shalat diharuskan membuat sutrah (pembatas) di depannya dan shalat dengan mendekat kepada sutrah tersebut.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra.,ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:jika seseorang di antara kalian shalat, hendaklah ia shalat menghadap ke sutrah (pembatas) dan hendaklah ia mendekat ke sutrah itu dan jangan biarkan seorang pun lewat di hadapannya. Jika ada seorang datang dan melintas, hendaklah ia memeranginya. Sesungguhnya ia adalah syetan.” (HR.Ibnu Majah no. 944)


Dari Sahl bin Abi Khaitsamah ra, Nabi SAW bersabda:
“jika seseorang di antara kalian shalat menghadap ke arah sutrah, hendaklah ia mendekat kepadanya agar syetan tidak akan mengganggu shalatnya.”
Dari hadist di atas memberikan keterangan bahwa membuat pembatas ketika shalat hukumnya wajib. Dengan demikian dapat disimpulkan:
1.   Merupakan suatu kesalahan orang yang tidak membuat tabir penghalang ketika shalat walaupun ia merasa aman dan tidak akan ada yang melintas di hadapannya.

2.   Sebagian ahli ilmu menganjurkan untuk meletakkan sutrah sedikit ke kanan atau ke kiri dan tidak menghadapkannya lurus di depannya.

3.   Ukuran tabir yang digunakan sebagai penghalang saat shalat harus memenuhi syari’at, yaitu seukuran panjang tiang kayu yang ada di belakang kendaraan (unta). Ketika shalat ia tidak boleh hanya mencukupkan sesuatu yang kurang dari itu pada saat ia mampu.
Dari Thalhah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“jika seseorang dari kalian telah meletakkan (sutrah) di hadapannya meski berupa kayu sandaran pelana, hendaklah ia mengerjakan shalat dan tidak perlu mempedulikan siapa yang melintas di belakang sutrah itu.” (HR. Muslim dalam shahihnya hadist no.769)

Tiang yang dimaksud pada bagian belakang kendaraan itu ukurannya sekitar satu hasta atau kira-kira 46,2 cm. Dalam hal ini yang dimaksud dengan satu hasta itu panjangnya bukan lebarnya.

4.   Makmum tidak diwajibkan membuat sutrah dalam shalat karena hal itu menjadi tanggung jawab imam.


5.   Apabila imam tidak membuat sutrah, maka ia telah melakukan kesalahan, dan kekurangan tersebut berasal dari dia.

6.   Jika seorang masbuq berdiri untuk melengkapi shalatnya setelah imam salam dan sudah tidak lagi menjadi makmum, maka tidak mengapa seorang masbuq tersebut bergeser mendekati tiang yang dekat dengannya baik di samping kanan, kiri, belakang, ataupun di depannya. Namun, jika jauh maka cukup berada di tempatnya dan sebisa mungkin mencegah orang yang hendak melintas di depannya.

kami mengingatkan bahwa kita jangan menyepelekan penggunaan sutrah ini karena hal ini sudah diatur dalam syari’at islam dan wajib hukumnya. Walaupun terkesan hal yang kecil namun memiliki manfaat yang besar.
Karena sutrah ini dapat menghindarkan kita dari gangguan syetan ketika kita melaksanakan shalat.


Demikian pembahasan tentang sutrah, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat diamalkan.